Sepucuk
Surat Terakhir
By:
Desy Nur Hidayah
Sudah
hampir satu tahun berlalu, rasa itu seakan hilang begitu saja. Tanpa ada rasa
sedih, gundah seperti waktu lalu. Ini bukan pertama kali aku merasakan suatu
kegagalan, tapi ini pertama kali aku merasa kehilangan atas kegagalan yang ku
alami. Cinta memang membuat manusia muda seperti akupun tak kuasa mengelak atas
resiko yang siap membuatku galau. Hal yang paling ku benci dari kegalauan ini
ya seperti layaknya remaja lainnya. Sering berubah mood, gak konsentrasi bahkan
sering hang-out lama lama buat ngilangin galau yang pastinya kelak aku akan
tersadar dari kebodohan itu.
***
Rintik
hujan deras sore kala itu, membuatku tergugah untuk meliat keadaan luar kamar
kos. Memandang rintik hujan perlahan dari genting membuatku teringat akan sosok
seseorang. Yah dia adalah lelaki yang pernah aku cintai sekitar 1 tahun yang
lalu. Dia bukan lelaki tampan, bahkan dimataku dia amat sederhana jauh dari
glamor kemewahan seperti aku yang terlahir dari keluarga yang serba selalu
menuruti apa kemauanku. Hari ini aku titipkan salam untuk dia yang kini sudah
bekerja di luar pulau Jawa. Salamku dari rintik hujan sore itu bahwa aku ingin
mengabarkan tentang hati ini yang telah rela untuk pergi jauh dari
kehidupannya. Namun pikiranku kembali buyar, kala kembali aku masuk ke dalam kamar
kos dan memandang buku religi yang masih tersimpan rapi dirak buku. Buku itu
masih tampak baru dan tak ada niatku untuk merubah bentuk fisik buku religi
yang kau berikan. Yang ku maksud kau adalah kak FAJAR, lelaki 3 tahun lebih tua
dari aku.
***
“
KRING KRING” . suara handphone yang mengagetkan
lamunanku kala itu. Tampak dilayar nama “ Gina my BestFriend” memanggil
“hallo,
knp gin?”
“
eh lala, kamu kesini dong, kita kangen banget sama kamu, lama gak kumpul nih”
“iya
gin, nanti seminggu lagi, aku pulang kok” jawabku lirih
“kamu
nanti kalau pulang janji ya ceritain tentang dia”
“dia?
Dia siapa gin?
“Itu
loh, cowok yang dulu nonton bareng sama kita. Yang pernah nraktir aku sama
kamu”
“
oh dia, udahlah gak usah dibahas?!” jawabku kesal
“ kenapa la? Ada masalah apa ?
tanya gina penasaran
“nanti
saja aku cerita. Udah dulu ya gin, aku mau ngampus”.
Jawabku untuk memotong pembicaraan telefon waktu itu
“ya
udah la, see you ya”
“
oke, see you too next time’’
Pantas
saja gina tanya tentang dia. Dulu bertiga pernah nonton bareng pas kak fajar
mengunjungiku kala aku balik tanah kelahiran. Sampai saat ini ginapun belum
mengetahui kalau hubunganku dengan kak Fajar sudah berakhir. Aku juga belum
sempat mencritakan hal ini pada dia, karena kesibukanku kuliah menahanku untuk balik ke rumah. Selama
ini aku tinggal di kota perantauan. Kota besar yang ada dipulau Jawa. Tentu
tujuan utama untuk menimba ilmu. Selang beberapa menit bercakap dengan gina, suara ketukan pintu
kamar kos terdengar kencang. Tak hanya satu kali ketuk, berulang ulang dan
semakin keras.
“siapa
sih”! teriakku kesal
Ketika
aku membuka pintu kamar, ternyata mereka “ WAKWAW” sahabat yang selama ini
selalu menemaniku saat aku berada di kota perantauan ini. Mereka memang
malaikatku, mengapa tidak ? Mereka
yang selalu mengerti aku, memahamiku dan selalu ada saat aku senang maupun
susah. Bagaikan abang-abang yang siap delivery order.
“berpelukaaaaaan!!!!”
ajak prili tiba-tiba sambil merangkulku bersama 2 sahabatku yang lain.
Benar
saja dan pantas bila mereka ku sebut malaikat, hanya dengan celoteh status
BBMku dengan emot nangis saja mereka sudah paham. Paham jelas bahwa aku sedang
menangisi seseorang, merekapun juga paham siapa sosok yang aku tangisi. Benar
dia adalah kak Fajar.
“eh
la, kamu ngapain galau mulu! Haha, malu tuh buat status kok emot nangis, dikira
kamu cewek cengeng lagi”
“iya,
dikira anak alay yang gagal move on lagi” tambah cika
dengan seenaknya
Seketika
berempat tertawa lepas begitu saja.
“la,
pinjem handphonemu dong” minta siska padaku
“
buat apa? Gak biasanya kamu ngebet pinjem hapeku”
jawabku curiga
“udah
dieeeem! Mana !”
Direbutnya
handphoneku dari tanganku
Sekitar
3 menit handphone ditanngan siska, tak ku mengerti hal apa yang sedang dia cari,
bahkan siska dengan hafalnya membuka sesuatu tanpa merasa kesulitan.
“Nih..
nih niiih” dilihatkannya Ig kak Fajar.
Spontan
aku tertarik melihat IG yang sedang dibuka Siska
“aku
liat!” pintaku merengek
“kamu
mau liat? Udah berani ambil resiko?” tanya Prili
“kalau
kamu memang pingin liat, kamu harus janji ke kita dulu la, kalau kamu harus seratus
persen move on dari kak Fajar” imbuh Cika
Aku
bingung begitu saja, seolah mereka sudah merencanakan sesuatu yang tak ku
mengerti. Seperti ada skenario diantara mereka. Hanya mereka bertiga saja tanpa
aku.
“iya,
lala janji” jawabku pasti
Begitu
aku melihatnya, entah harus bahagia atau menangis atau apa,rasa haru itu
seketika pecah. Bagaimana tidak ? aku sudah berjanji dengan wakwaw untuk move
on dari kak fajar sekitar 6 bulan yang lalu. Tentu dengan perjanjian itu
membuatku untuk tak menjadi stalker handal lagi, bukan ? lama sekali aku tidak
menguak teka teki sosial media milik kak fajar. Dan ini 6 bulan kemudian aku
harus berhadapan dengan kenyataan yang pahit. Tapi apa dayaku, sebelum melihat
aku sudah berjanji pada mereka, malaikat-malaikatku untuk bangkit move on dari
kak Fajar. Kucoba memberanikan diri melihat gambar instagram miliknya, disitu
masih terlihat sama-samar gambar yang hanya berisi kata-kata. Kucoba tap satu
kali untuk memperjelas. Dan begitu terlihat jelas, dan begitu jelas pula
tertulis kata-kata suatu undangan pernikahan kak fajar dengan kak nia, calon
istrinya. Satu kata demi kata ku baca dan pahami. Aku benci suasana saat itu.
Benar-benar benci! Aku membiarkan hati dan otakku saling bertarung . hati
mengatakan bahwa tak bisa ku bohongi rasa hancur atas keputusannya yang tak
bisa menungguku hingga kelak aku wisuda dan otak yang mengatakan jangan halangi
kebahagiaan orang yang kau cintai. Rasa hancur lebur benar-benar aku rasakan
saat itu. Tak kuasa menahan pertarungan yang hebat, dan aku harus mengakui
hatiku lah sebagai pemenangnya. Pemanang yang membuatku menangis tersedu-sedu. Tangan tangan
mereka merangkulku, tak henti mereka memberiku semangat dan tak henti mereka
menghapus setiap tetes air yang mulai deras bercucuran dari kelopak mataku.
“la,
aku tahu perasaanmu, kamu udah janji ke kita kamu move on kan”
ucap lirih siska
“lala
yang cantik, kini kak fajar sudah memiliki calon pendamping hidup, tak etis
jika kau masih menangisi dia. Biarkan dia bahagia dengan calon pendampingnya” imbuh
cika sambil menghapus tetes mata dipipiku
Pikiranku
kosong saat itu. Hanya balasan lamunan dan diamku yang terlihat jelas. Memori
bersama kak fajarpun seketika terputar kembali. Moment indah di salah satu
bangunan bersejarah yang terletak di kota perantauan ini.
“la?
Sudah ya nangisnya, besok kita datang ke pernikahanya”
ajak prili dengan semangat perjuangan
“iya
bener!!! Kita makan makan”
“
aku mau sop, nasi ayam dan es krimnya juga !!”
Tiba-tiba
aku yang menangis tersedu-sedu bisa tertawa begitu saja mendengar jawaban
mereka. Tak ada yang berubah dari malaikat-malaikatku ini, tetap saja hobbinya minta
gratisan. Dan kamipun tertawa lepas
bersama. kami bersama memberanikan diri untuk menghadiri pernikahan kak Fajar
yang jatuh pada hari esok. Walaupun secara pribadi aku tidak diundang, namun
tak akan ku lewatkan hari spesial untuk kak Fajar. Hari dimana sosok pangeranku
yang dulu pernah aku takuti untuk kehilangannya sudah harus bertanggungjawab
terhadap wanita lain, jelas itu bukan aku. Malam ini aku harus bersiap diri,
menyiapkan segala persiapan terbaik untuk esok. Hari kebahagiannya bersama wanita
lain. Hujan deras malam itu sekan ku terjang dengan lantang menuju butik gaun
pesta untuk acara pernikahan kak fajar. Dan pilihan gaun bernuansa merah marun
menjadi pilihanku. Tentu aku tak ingin berpenampilan tak kalah cantik dengan
sang mempelai wanita.
***
Pagi
ini mentari bersinar seperti biasanya, membuatku terbangun dari lelap tidurku
dengan percik cahayanya yang menembus dari celah cendela. Alarm handphone tak
kalah bersaut kencang. Mata seolah masih tak berdaya dan badan masih tetap saja
ingin melekat di kasur. Namun aku teringat tanggal ini adalah tanggal
pernikahan kak Fajar. Buru-buru aku mengambil handuk, lalu bergegas berangkat
ke kontrakan cika. Ternyata malaikat-malaikat itu sudah berdiam lama di
kontrakan cika. Mereka begitu semangat, yang jelas semangat mencari gratisan.
“yuk, capcuuuuuuuuuus!” ajak
prili begitu semangat
Kami
pun langsung menuju mobil, dan bersiap segera ke gedung pernikahan yang sudah
tercantum dalam undangan pernikahan kak fajar. Aku yang saat itu harus menyetir
tiba-tiba seakan blank begitu saja, bahkan kopling, gas, rem harus aku hafalkan
lagi seperti awal semula. Tentu hal ini berkaitan dengan perasaanku yang
bahagia namun juga takut, takut tak bisa menahan air mata tepat di hadapan sang
pengantin
***
Tiba
sudah digedung pernikahan tepatnya ditempat parkir . Nuansa serba putih
menghaias setiap sudut gedung ini. Banyak ucapan selamat yang terpapang rapi
didepan pintu masuk gedung. Banyak orang-orang yang menyambut tamu didepan
dengan kebaya putih cantik dengan tambahan nuansa merah di bagian pinggang.
“hari
ini hari bahagiamu, kak” . Ucapku dalam hati
sambil memantapkan hati masuk ke ruang undangan.
Perlahan
kaki ini menapaki anak tangga menuju ruang undangan. Ada hal yang mengganjal
ketika dari depan pintu terlihat sepasangan mempelai yang tengah berdiri di
antara puluhan orang yang mengajaknya untuk berfoto bersama. Perlahan aku
berjalan sambil melirik ke arah depan, dan langkahku terhenti tepat di kursi
undangan paling depan. Lagi lagi aku menjadi wanita lemah! Wanita yang tak
henti mencoba menahan air mata yang terus pantang menyerah keluar dari kelopak
mata. Namun aku menjadi pemanang saat itu. Aku sanggup menahan tiap tetes air
mata yang membabi buta untuk segera keluar.
“ lala kuat kok!”
ucap cika sambil menepuk pundakku
“ya
jelas kuat lah, orang dia pendaki gunung, gunung aja dilalui apalagi kak fajar”
. Imbuh siska
“ hahahaha”.
Tawa
kami lepas hingga membuat undangan yang lain menyorot ke arah kami. Dan kak
fajar pun tak kalah melirik ke arahku, aku tahu saat itu kak fajar mengerti
akan kehadiranku diacara pernikahannya.
“yuk, ke arah sop sama es krim!”
Ajak prilli yang sedari tadi sudah kelaparan
“capsus” jawab kami serentak
Sambil
menikmati es krim yang begitu pecah dimulut, mata ini tak henti bekerja melirik
ke arah kanan dimana kak fajar yang tampil lebih bahagia, terlihat begitu
tampan dan gagah dan tetap saja karismanya masih terlihat jelas dimataku.
Karisma yang dulu membuatku terpikat olehnya. Namun itu dulu, iya itu dulu saat
dia masih menjadi penjagaku.
Kini
giliranku dan malaikat-malaikatku untuk maju ke kursi mempelai dan berfoto
bersama dengannya. Tanganku begitu dingin melebihi hipotermia yang aku rasakan
di gunung gunung. Dan pecah sudah semua ketika aku bersalaman dengan kak fajar.
“Langgeng kak”
ucapku lirih
Tak
ada kata lebih dari ucapan itu, bibir seakan terkunci rapat-rapat dan air mata
seakan sudah berontak untuk segera keluar.
Kali ini kami harus berfoto bersama, sengaja aku berdiri berdampingan
langsung dengan kak fajar, dengan tanganku yang mengikat lengannya. Ini yang
terakhir, aku tak akan menyia-nyiakan
kesempatan emas ini. Dan bahagia jelas terlihat di wajahnya, kebahagiaan
yang tak ku temui dahulu ketika masih denganku. Inilah surat terahir untukmu,
tak akan lagi aku menceritakan tentangmu pada buku rahasiaku, sebab inilah
surat terakhirku untuk orang yang pernah hadir dalam kehidupanku, untukmu Kak
Fajar
“Jika
kelak kau bersanding bukan denganku, ijinkan aku terakhir menatapmu jauh lebih
lama sebagai perpisahan. Ijinkan aku memelukmu sebagai pelepas rindu yang kian
lama telah bersarang didada. Hari ini, hari bahagiamu bersama wanita, jelas
bukan dengan diriku. Semoga kelak kalian dipersatukan kembali disurga-Nya”
By
: Lala Novia